LIGONEWS.ID, GORONTALO – Laporan dugaan pelanggaran Pemilu yang sebelumnya dilaporkan oleh Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Provinsi Gorontalo di Bawaslu Provinsi Gorontalo kini memasuki babak akhir.
Sebagaimana diketahui sebelumnya, bahwa pada tanggal 18 Maret 2024, KIPP Provinsi Gorontalo melalui Divisi Advokasi telah melaporkan salah satu oknum Caleg Provinsi Gorontalo dapil Gorontalo 3 dari partai Gerindra karena diduga melakukan tindak pidana pemilu dalam hal ini melakukan pemalsuan dokumen persyaratan bakal calon anggota DPRD.
“Tak hanya oknum Caleg, KIPP Provinsi Gorontalo juga melaporkan dugaan pelanggaran administrasi pemilu yang dilakukan oleh KPU Provinsi Gorontalo karena dinilai tidak teliti dan cermat dalam melakukan verifikasi kelengkapan administrasi dokumen pencalonan,” katanya.
Ikrar Setiawan Akasse Divisi Advokasi KIPP Provinsi Gorontalo mengatakan bahwa keterlibatan masyarakat sipil dalam pengawasan partisipatif sebagaimana kehendak Bawaslu telah ditunaikan oleh Pemantau pemilu dengan menyampaikan laporan dugaan pelanggaran pemilu disertai dengan pemenuhan bukti pendukung untuk diuji secara kompeherensif oleh Bawaslu Provinsi Gorontalo sampai benar benar mendapatkan kepastian hukum.
“Jangan kemudian harapan untuk menegakkan keadilan pemilu dan mendapatkan kepastian hukum malahan kandas di tengah jalan,” tegasnya.
Lanjut ikrar, terkait pembuktian di bawaslu, kami sudah berupaya semaksimal mungkin untuk menghadirkan bukti-bukti guna memperkuat argumentasi laporan kami. Diantara bukti-bukti yang kami hadirkan yaitu menghadirkan saksi ahli.
“Dalam keterangannya, ahli pidana menyebutkan bahwa dikatakan dokumen palsu (KTP) itu apabila dalam proses pembuatannya itu tidak berdasar pada informasi yang benar walaupun dokumen tersebut dikeluarkan oleh lembaga yang berwenang”
“Selain itu menurut ahli, unsur perbuatan melawan hukum telah terpenuhi oleh terlapor karena tidak mengindahkan UU Administrasi Kependudukan dan aturan pelaksana lainnya,” lanjut Ikrar.
Sementara untuk unsur “dengan sengaja” secara teori harus diikuti oleh pengetahuan dan/atau kehendak terlapor terhadap perbuatan.
“Dalam kasus ini, terlapor sedari awal harusnya melakukan self assesment (kehati-hatian) terhadap berkas pencalonannya. Tidak hanya itu, KPU Provinsi Gorontalo juga selaku lembaga teknis mestinya menerapkan prinsip official assesment terhadap berkas pencalonan yang diterimanya. Maka dari itu menurut ahli, perbuatan terlapor secara materiil bisa dimintakan pertanggungjawaban pidana,” ungkapnya.
“Pada sidang dugaan pelanggaran administrasi pemilu juga kami menghadirkan saksi ahli kepemiluan, dan menurut pendapat ahli bahwa KPU provinsi Gorontalo juga tidak cermat dan teliti dalam melakukan verifikasi administrasi pencalonan. Mestinya KPU harus menerapkan prinsip kehati-hatian ketika menerima dan melihat ada dokumen-dokumen yang tidak saling berkesesuaian antara satu dan yang lainnya,”
“Kalau mau dibandingkan dengan kasus yang tengah diproses oleh Bawaslu Bone Bolango, itu hampir sama case nya. Sama-sama dugaan penggunaan dokumen palsu, dan beberapa hari lalu, Bawaslu Bone Bolango telah melimpahkan berkas perkara ke tingkat penyidikan. Ini artinya bahwa kasus tersebut sudah memenuhi unsur tindak pidana pemilu menurut Bawaslu Bone Bolango,” terang Ikrar
Terakhir menurut Ikrar, dengan adanya Laporan kami di Bawaslu Provinsi Gorontalo, akan menjadi ajang untuk menguji integritas Bawaslu Provinsi Gorontalo yang sempat diragukan publik karena pernah dijatuhi sanksi etik beberapa waktu lalu. (DM).
Editor : Tim Redaksi.