LIGONEWS.ID, GORONTALO – Selaku Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Gorontalo, Adhan Dambea sudah tepat bagi dirinya ikut mengomentari masalah yang terjadi di Kabupaten Pohuwato terkait SK Pengalihan IUP Tambang yang dikeluarkan Rusli Habibie selaku gubernur pada tahun 2015 lalu.
Menurut Adhan Dambea selaku Anggota DPRD Provinsi tidak boleh hanya melihat atau mendengar terkait permasalahan yang terjadi di Kabupaten Pohuwato.
“Telah terjadi disana (Pohuwato,read) kekacauan, apa akar dan permasalahanya ini, ya kita mulai lacak terkait permasalahan ini. Pertama, ada SK Gubernur 351dan itu bukan salah saya yang menyebutkan 35, itu kekeliruan wartawan pada menulis berita dan wartawan juga manusia biasa yang bisa salah,” ujar Adhan, saat ditemui di Yayasan AD Centre Jl. Jaksa Agung Suprapto No.22, Kelurahan Limba U Dua, Kecamatan Kota Selatan, Kota Gorontalo. Minggu (08/10/2023).
Lebih lanjut kata mantan Walikota Gorontalo ini, bahwa sebelumnya ada Peraturan Pemerintah Nomor 24, Tahun 2012. Didalam PP itu ada peraturan perubahan nomor nomor 23, tahun 2010. PP no 24 tahun 2012 pasal 7A ayat 1. IUP atau IUPK tidak boleh memindahkan IUP dan IUPK-nya kepada pihak lian dan ayat 2. Pihak lain sebagaimana diatur ayat 1 meliputi badan usaha yang 51% atau lebih sahamnya tidak dimiliki pemegang sahamnya tidak dimiliki oleh pemegang IUP dan IUPK.
“Artinya tahun 2012 sudah dilarang dan menurut penjelasan saudara Ghalib sudah sejalan dengan Kementrian ESDM tetapi sementara PP ini tentang perubahan atas PP Nomor 23 Tahun 2010 tentang pelaksanaan kegaitan usaha pertambangan mineral dan batu bara,” kata Adhan.
Adhan pun menuturukan bahwa dirinya sangat menyayangkan apa yang diucapkan Ghalid, sebab menurutnya kalau bicara soal aturan harus ada pikiran atau otak.
“Kalau tidak punya otak makanya susah, apalagi motivasinya hanya membela orang, jadi bicaranya tidak konsisten. Saya tegaskan kepada Ghalib pelajari PP Nomor 24 Tahun 2012, saya kaitkan lagi dengan putusan Pengadilan Tinggi Gorontalo Nomor 11/PDT/2016/PT. GTO Tanggal 8 Juni 2016 yang dikuatkan oleh Putusan MA Nomor 328 K/Pdt/2017 Tanggal 17 April 2017,” tegasnya.
“Didalam putusan MA poin 6 menyatakan, segala keputusan dalam rapat anggota tahunan, tanggal 27 Januari Tahun 2015 diselenggarakan oleh tergugat 3 dan 8 adalah cacat hukum atau tidak sah. Saya dengan putusan ini, SK gubernur tidak sah, maka dari pada itu Komisi 1 DPRD akan menyelesaikan permasalahan ini dengan langkah – langkah hukum secara normatif dan tidak berpihak dengan siapapun dan tentu kita akan melakukan sesuai mekanisme dewan,” lanjutya.
Bahkan Adhan mengaku, dirinya sudah menjadi aktivis sejak tahun 1977. Sementara sosok Ghalieb Lahidju sendiri kata Adhan, ia kenal saat mencari hidup sebagai staf ahli saat Rusli Habibie menjabat Gubernur Gorontalo.
“Kalau dia katakan saya Avonturir, ya beda. Saya aktivis dari tahun 1977 dan sampai hari ini jadi Aleg, tidak menggunakan uang APBD untuk menikah. Saya menikah tahun 1977 itu cari sendiri. Tidak menggantungkan pendapatan pada orang lain. Juga tidak memanfaatkan organisasi untuk cari uang untuk pribadi saya,” ujar Adhan.
Sejak jadi aktivis tahun 1977, Adhan mengaku sampai hari ini masih eksis. Hal tersebut menurutya, lantaran tidak ada catatan-catatan miring. Misalnya organisasi mendapatkan bantuan tapi digunakan untuk pribadi.
“Saya bicara masalah Pohuwato itu karena saya adalah Aleg. Dan itu tolong dipahami oleh saudara Ghalieb. Saya memang Dapil Kota Gorontalo, tetapi bukan hanya kota saja yang saya urus. Tetapi semua permasalahan yang ada di kabupaten dan kota yang ada di Provinsi Gorontalo itu saya urus,” tandas Adhan. (DM).
Editor : Tim Redaksi.